Manokwari adalah ibu kota Provinsi Papua
Barat merupalan pemekaran dari Provinsi
Papua yang terdiri dari 6 Kabupaten dan 1 Kotamadya (103 Distrik, 46 Kelurahan
dan 1126 Kampung) yaitu Kabupaten Manokwari (ibu kota provinsi), Kabupaten
Sorong, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni,
Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Empat dan 1 Kota
yaitu Kota Admonistratif Sorong.
Pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat didengungkan sejak tahun 1984. Bahkan pada tahun 1984 – 1986 berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 174 Tahun 1986 Tim Mendagri untuk mengadakan studi banding kelayakan untuk memperoleh kemungkinan pemekaran wilayah Irian Jaya. Namun lebih dari satu dasa warsa, pemekaran tidak pernah terealisasi, karena alasan keterbatasan dana. Namun demikian kajian Tim Depdagri telah menjadi dasar digagasnya 3 (tiga) wilayah pembantu gubernur yaitu di Manokwari, Mimika dan Jayapura yang menjadi bakal pemekaran. Karena itu, Provinsi Irian Jaya memiliki 1 (satu) Gubernur dan 2 (dua) Wakil Gubernur diera tahun 1980-an. Wacana pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat pada akhirnya benar-benar terjadi, atas dasar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Punial, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. Dasar tersebut kemudian diperkuat dengan SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga) provinsi. Setelah disahkan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden BJ Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi 3 (tiga) ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.
Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif.
Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tantangan dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materi. MK akhirnya membatalkan UU No. 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat, namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Irian Jaya Barat terus dilengkapi sistem pemerintahannya walaupun disisi lain payung hukumnya telah dibatalkan.Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintah, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur definitif Bram O. Atuturi dan Drs. Rahimin Katjong. M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006, sejak saat itu tarik menarik selama lebih 6 Tahun sejak UU No. 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan tarik menarik selama 3 tahun sejak Inpres No. 1 Tahun 2003 dikeluarkan, berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. (kutipan dari Majalah Komite, maret 2007, hal 33).Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 2007 Tanggal 18 April 2007, nama Provinsi Irian Jaya Barat berubah menjadi nama Papua Barat.
Pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat didengungkan sejak tahun 1984. Bahkan pada tahun 1984 – 1986 berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 174 Tahun 1986 Tim Mendagri untuk mengadakan studi banding kelayakan untuk memperoleh kemungkinan pemekaran wilayah Irian Jaya. Namun lebih dari satu dasa warsa, pemekaran tidak pernah terealisasi, karena alasan keterbatasan dana. Namun demikian kajian Tim Depdagri telah menjadi dasar digagasnya 3 (tiga) wilayah pembantu gubernur yaitu di Manokwari, Mimika dan Jayapura yang menjadi bakal pemekaran. Karena itu, Provinsi Irian Jaya memiliki 1 (satu) Gubernur dan 2 (dua) Wakil Gubernur diera tahun 1980-an. Wacana pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat pada akhirnya benar-benar terjadi, atas dasar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Punial, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. Dasar tersebut kemudian diperkuat dengan SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga) provinsi. Setelah disahkan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden BJ Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi 3 (tiga) ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.
Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif.
Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tantangan dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materi. MK akhirnya membatalkan UU No. 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat, namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Irian Jaya Barat terus dilengkapi sistem pemerintahannya walaupun disisi lain payung hukumnya telah dibatalkan.Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintah, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur definitif Bram O. Atuturi dan Drs. Rahimin Katjong. M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006, sejak saat itu tarik menarik selama lebih 6 Tahun sejak UU No. 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan tarik menarik selama 3 tahun sejak Inpres No. 1 Tahun 2003 dikeluarkan, berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. (kutipan dari Majalah Komite, maret 2007, hal 33).Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 2007 Tanggal 18 April 2007, nama Provinsi Irian Jaya Barat berubah menjadi nama Papua Barat.
KEBUDAYAAN PENDUDUK PANTAI UTARA IRIAN JAYA
Kebudayaan penduduk Irian Jaya tidak
merupakan suatu kesatuan, tapi beraneka ragam. Pada umumnya dapat dibedakan
dari penduduk cendrawasih, penduduk rawa-rawa di daerah pantai utara, penduduk
pegunungan Jaya Wijaya, penduduk di sungai dan rawa di bagian selatan dan
penduduk daerah sabana di bagian selatan. Dan ada pula berbagai daerah
kebudayaan yang berbeda di Papua Nugini.Ada bahasa Irian Jaya yang termasuk
keluarga bahasa Melanesia, disamping itu ada juga bahasa Irian. Keluarga
bahasa-bahasa Irian tersebut dapat dibagi menjadi beberapa keluarga khusus dan
yang satu dengan yang lain tak ada sangkut pautnya. Terutama Irian Jaya bagian
Teluk Cendrawasih dan daerah pantai utara. Di daerah tersebut ada bahasa yang
hanya diucapkan 100 orang bahkan ada bahasa yang lebih kecil lagi.Gejala aneka warna extrem dari
kebudayaan di Irian itu dapat dikembalikan jauh ke dalam zaman Prehiston,
bangsa yang asal dari daerah yang satu dengan yang lain berbeda, datang dan
menduduki pulau untuk tetap tinggal terpisah satu dengan yang lain karena
isolasi geografis. Karena itu orang Mimika, orang Asmat atau orang Marindanim,
pada dasarnya amat berbeda dengan orang Mori atau orang Dani di Pegunungan Jaya
Wijaya, atau dengan orang Biak atau dengan orang Waropen di Teluk Cendrawasih
dan amat berbeda pula dengan orang Tor atau orang Bgu di daerah pantai utara.Sebagian dari penduduk desa-desa
pantai tersebut mula-mula berasal dari daerah –daerah pegunungan di pedalaman.
Banyak di mereka telah turun ke pantai sejak lebih dari 3 perempat abad yang
lalu. Gerak migrasi penduduk ke arah hilir sungai-sungai yang sampai sekarang
masih berlangsung terus menerus. Adapun arah perpindahan seperti orang Mander,
Bonerif, Biyu, Daranto, Segeir, Bora-bora, Waf dan lain lain memang mengikuti
arah aliran sungai.
Angka-angka
dan Fakta-fakta Demografis
Diantara ke-24 desa tempat tinggal
penduduk pantai utara tersebut ada pula desa yang jumlah penduduknya 40 orang .
teapi ada pula yang jumlah penduduknya 300 orang. Seluruh jumlah penduduknya
adalah 4553 orang, dan bila dibandingkan jumlah penduduk sebelum PD II bahwa
penduduk jumlahnya justru berkurang.
Bentuk
Desa dan Pola PerkampunganRumah di desa Daerah Pantai Utara merupakan suatu bangunan
persegi panjang. Di atas tiang-tiang dengan tinggi keseluruhan adalah 4,50
meter, dengan didalamnya satu-dua ruangan lain untuk tempat tidur. Rangka rumah
dibuat dari balok-balok dengan tali rotan; dinding-dinding terbuat / terdiri
dari tangkai-tangkai kering lurus panjang dari daun sagu yang disusun sejajar
rapi dan diikat dengan tali rotan juga, dinding tersebut dengan nama Ambon-nya
dinding gaba-gaba. Lantai terdiri dari srip-strip panjang dari kulit pohon
bakau, yang disusun rapi dan bercelah hampir 1 meter yang bisa menjobloskan
kaki. Penempatan rumah baru menurut adat istiadat Pantai Utara pada umumnya
memerlukan pesta besar, bernama nuanyadedk dengan adanya penukaran
pemberian antara kerabat isteri si penghuni dengan kerabatnya sendiri yang
menjadi tamu pada upacara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar