Allah SWTmenutup risalah samawiyah dengan risalah islam. Dia
mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-qur`an
kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan hujjah teragung, dan
memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan
kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui
malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap
ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah
Al-qur`an . penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu
Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).
Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa
yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti,
bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa
sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan
sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan
hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an
hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan
penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan
manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat
diterima.
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber
kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah
dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan
hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap
muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya
kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam. Taat kepada Allah adalah
mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur`an sedang taat kepada Rasul
adalah mengikuti sunnah-Nya, oleh karena itu, orang yang beriman harus
merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits rasul. Alqur`an
dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam
perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada
ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya,
umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
Fungsi Hadits Terhadap Al-quran
Al-Quran menekankan bahwa Rasul SAW. berfungsi menjelaskan
maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau bayan tersebut dalam
pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta fungsinya.
Al-qur`an
dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan
keduanya tampak antara lain:
a.
Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an. Di sini hadits berfungsi
memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-quran. Misalnya,
Al-quran menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya :
“Hai
orang – orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . (Q.S AL BAQARAH/2:183)
Dan
hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Islam
didirikan atas lima perkara : “persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah ,
dan Muhammad adalah rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat , puasa pada
bulan ramadhan dan naik haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)
b.
Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat
global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
“Dan
dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat” (Q.S Al Baqarah /2:110)
shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya
shalat yang wajib dan sunat. sabda Rasulullah SAW:
Dari
Thalhah bin Ubaidillah : bahwasannya telah datang seorang Arab Badui kepada
Rasulullah SAW. dan berkata : “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa
yang difardukan untukku?” Rasul berkata : “Salat lima waktu, yang lainnya
adalah sunnat” (HR.Bukhari dan Muslim)
Al-qur`an
tidak menjelaskan operasional shalat secara rinci, baik bacaan maupun
gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh Hadits, misalnya sabda
Rasulullah SAW:
“Shalatlah
kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
c.
Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an .Misalnya Al qur`an mensyariatkan
wasiat:
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib
kerabatnya secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa,”
(Q.S Al Baqarah/2:180)
Hadits
memberikan batas maksimal pemberian harta melalui wasiat yaitu tidak melampaui
sepertiga dari harta yang ditinggalkan (harta warisan). Hal ini disampaikan
Rasul dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa`ad bin Abi
Waqash yang bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah pemberian harta melalui
wasiat. Rasulullah melarang memberikan seluruhnya, atau setengah. Beliau
menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan.
d.
Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat
umum. Misalnya Al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah:
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama
selain Allah , yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang
dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang
disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak
panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3)
Hadits
memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu
(bangkai ikan dan belalang ) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana
sabda Rasulullah SAW:
Dari
Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan
dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah
hati dan limpa.”(HR.Ahmad, Syafii`,Ibn Majah ,Baihaqi dan Daruqutni)
e.
Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-qur`an
bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti .Dalam
hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an,
misalnya hadits dibawah ini:
Rasulullah
melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar (HR.
Muslim dari Ibn Abbas)
‘Abdul
Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wa
fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah atau Hadits mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan Al-Quran dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Dengan
menunjuk kepada pendapat Al-Syafi’i dalam Al-Risalah, ‘Abdul Halim menegaskan
bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Quran, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak
diperselisihkan, yaitu apa yang diistilahkan oleh sementara ulama dengan bayan
ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekadar menguatkan atau menggarisbawahi
kembali apa yang terdapat di dalam Al-Quran, sedangkan yang kedua memperjelas,
merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Quran.
Perbandingan Hadits Dengan Al-qur'an
Hadits dalam islam merupakan sumber hukum kedua dan
kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-quran. Al-quran adalah
kalamullah yang diwahyukan Allah SWT lewat malaikat Jibril secara lengkap
berupa lafadz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafadz hadits bukanlah dari
Allah melainkan dari redaksi Nabi sendiri. Dari segi kekuatan dalilnya,
Al-quran adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits kebanyakannya khabar
ahad yang hanya memiliki dalil zhanni. Sekalipun ada hadits yang
mencapai martabat mutawattir namun jumlahnya hanya sedikit.
Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah ibadah, dan sah membaca
ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian halnya dengan
hadits.Para sahabat mengumpulkan Al-quran dalam mushaf dan menyampaikan kepada
umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang. Dan
mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa. Sedangkan
hadits tidak demikian keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang
mutawatir. Kebanyakan hadits yang mutawatir mengenai amal praktek
sehari-hari seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-quran merupakan
hukum dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan
hadits sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya). Hadits juga ikut
menciptakan suatu hukum baru yang belum terdapat dalam al-quran seperti dalam
hadits yang artinya :
“Hadits
dari Abi Hurairoh R.A dia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah halal
mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara bapa yang
perempuan) dan tidak pula antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara ibu
yang perempuan). (H.R. Bukhari dan Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar